Wednesday, April 24, 2013


1. Pengertian Taksonomi Pembelajaran
Taksonomi di dasarkan pada asumsi, bahwa program pendidikan dapat di pandang sebagai suatu usaha mengubah tingkah laku siswa dengan menggunakan beberapa mata pelajaran. Bila kita uraikan tingkah laku dan mata pelajaran, kita membuat suatu tujuan pendidikan . Sebagai contoh: siswa akan dapat mengingat kembali tokoh-tokoh sejarah Islam. Siswa dapat mengenal kembali bentuk dan pola di dalam karya-karya sejarah Islam. Hal ini sesuai dengan pendapat Bunyamin S. Bloom yaitu:
 Proses belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah, menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yang dikenal sebagai taxonomi Bloom, yaitu kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik .

a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak), Bunyamin S. Bloom menggolongkan tingkatan pada ranah kognitif dari pengetahuan sederhana atau penyadaran terhadap fakta-fakta sebagai tingkatan yang paling rendah kepenilaian (evaluasi) yang lebih kompleks dan abstrak sebagai tingkatan yang paling tinggi .
1. Pengetahuan, didefinisikan sebagai ingatan terhadap hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Kemampuan ini merupakan kemampuan awal meliputi kemampuan mengetahui sekaligus menyampaikan ingatannya bila diperlukan. Hal ini termasuk mengingat bahan-bahan, benda, fakta, gejala, dan teori. Hasil belajar dari pengetahuan merupakan tingkatan rendah. 
2. Pemahaman, didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami materi atau bahan. Proses pemahaman terjadi karena adanya kemampuan menjabarkan suatu materi ke materi lain. Pemahaman juga dapat ditunjukan dengan kemampuan memperkirakan kecenderungan, kemampuan meramalkan akibat-akibat dari berbagai penyebab suatu gejala. Hasil belajar dari pemahaman lebih maju dari ingatan sederhana, hafalan, atau pengetahuan tingkat rendah. 
3. Penerapan, merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dan dipahami ke dalam situasi kongkrit, nyata, atau baru. Kemampuan ini mencakup penggunaan pengetahuan, aturan, rumus, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Hasil belajar untuk kemampuan menerapkan ini tingkatannya lebih tinggi dari pemahaman.
4. Analisis, merupakan kemampuan untuk menguraikan materi ke dalam bagian-bagian atau komponen-komponen yang lebih terstruktur dan mudah mengerti. Kemampuan menganalisis termasuk mengidentifikasi bagian-bagian, menganalisis kaitan antar bagian, serta mengenali atau mengemukakan organisasi dan antar bagian tersebut. Hasil belajar analisis merupakan tingkat kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan menerapkan, karena untuk memiliki kemampuan menganalisis, seseorang harus mampu memahami isi atau substansi sekaligus struktur organisasinya.
5. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan proses berfikir analisis, sintesis merupakan proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang terstruktur atau berbentuk pola baru.
6. Penilaian atau evaluasi (evaluation) adalah merupakan jenjang berfikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi diri merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan dengan beberapa pilihan, maka ia akan mampu memilih suatu pilihan yang terbaik
1. Faktor-Faktor Mempengaruhui Karakteristik Kognitif Siswa .
a. Persepsi
Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan pencium.
b. Perhatian
Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rasangan yang datang dari lingkungannya. Jika seseorang sedang berjalan di jalan besar, ia sadar akan adanya lalu lintas disekelilingnya, akan kendaraan-kendaraan dan orang-orang yang lewat, akan toko-toko yang ada di tepi jalan. Dalam keadaan seperti ini kita tidak mengatakan bahwa ia menaruh perhatiannnya tertarik akan hal-hal yang disekelilingnya. Tetapi jika kita melihat ia bertemu dengan seseorang yang dikenalnya dan kemudian bercakap-cakap denganya, maka kita dapat mengatakan bahwa seorang tersebut dalam keadaan memperhatikan.
c. Mendengarakan
Mendengar adalah respons yang terjadi karena adanya rasangan gelombang suara. Peristiwa mendengar adalah sepenuhnya peristiwa jasmaniah. Diterimanya gelombang suara oleh indra pendengar tidak berarti adanya persepsi sadar akan apa yang didengar. Karena kenyataan inilah maka kita sering mendengar orang mengatakan siswa itu mendengar pelajaran yang kita sampaikan tetapi mereka tidak mengerti pelajaran yang kita sampaikan. Untuk mendengarkan, siswa harus mendengar, tetapi untuk mendengar orang tidak perlu mendengarkan. Mendengarkan tergantung pada perhatian. 
d. Ingatan
Ingatan adalah penarikan kembali informasi yang pernah diperoleh sebelumnya. Informasi yang diterima dapat disimpan untuk:
1. Beberapa saat saja
2. Beberapa waktu
3. Jangka waktu yang tidak terbatas 
2. Belajar kognitif
Belajar kognitif. Ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili obyek-obyek yang dihadapi, entah obyek itu orang, benda atau kejadian atau peristiwa. Dan obyek-obyek tersebut direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan suatu yang bersifat mental. Kemampuan kognitif, manusia dapat menghadirkan realita dunia di dalam dirinya sendiri, dari hal-hal yang bersifat material dan berperaga seperti perabot rumah tangga, kendaraan, bangunan dan sampai hal-hal yang tidak bersifat material dan berperaga seperti ide “keadilan, kejujuran”. Bahwa semakin banyak pikiran dan gagasan dimiliki siswa, semakin kaya dan luas alam pikiran kognitif siswa. Di samping itu semakin besar kemampuan berbahasa untuk mengungkapkan gagasan dan pikiran, semakin meningkat kemahiran untuk menggunakan kemampuan kognitif secara efektif dan efisien. Kemampuan berbahasa harus dikembangkan melalui belajar. 
Belajar kognitif, mempunyai dua akivitas kognitif yaitu mengingat dan berfikir .
a. Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuan berasal dari masa lampau. Terdapat dua bentuk mengingat yang paling menarik perhatian, yaitu mengenal kembali (rekognisi) dan mengingat kembali (reproduksi). Dalam mengenal kembali, orang berhadapan dengan suatu obyek dan pada saat itu dia menyadari bahwa banyak obyek yang pernah dijumpai di masa lampau. Dalam mengenal kembali, aktivitas mengingat akan terikat pada kontak kembali dengan obyek, jika tidak ada kontak, juga tidak terjadi mengingat. Dalam mengingat kembali, dihadirkan suatu kesan dari masa lampau dalam bentuk suatu tanggapan atau gagasan, tetapi hal yang diingat akan hadir pada saat mengingat kembali. 
b. Dalam aktivitas mental berfikir akan menjadi jelas, bahwa manusia berhadap dengan obyek-obyek yang diwakili dalam kesadaran. Dalam bentuk berfikir, obyek hadir dalam bentuk suatu representasi. 
3. Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif, mencakup: taraf inteligensi dan daya kreativitas; bakat khusus; organisasi kognitif; taraf kemampuan berbabahasa; daya fantasi; gaya belajar; teknik-teknik study .

Taraf intelegensi-daya kraetivitas. Istilah intelegensi dapat diartikan sebagai berikut:
a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi, yang di dalamnya berfikir memegang peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pergaulan sosial, perdagangan, pengaturan rumah tangga.
b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah, yang didalamnya, berfikir memegang peranan pokok. Intelegensi dalam arti ini, kerap disebut kemampuan intelektual atau kemampuan akademik.
Daya kreatifitas menunjuk pada kemampuan untuk berfikir yang lebih original, dibandingkan dengan kebanyakan orang lain. Dalam berfikir kreatif lebih berperan, yaitu corak berfikir yang mencari jalan-jalan baru, lebih dalam memecahkan masalah. 
Bakat khusus adalah sesuatu yang dibentuk dalam kurun waktu sejumlah tahun dan merupakan perpaduan dari taraf intelegensi pada umumnya, komponen intelegensi tertentu, pengaruh pendidikan dalam keluarga dan di sekolah, minat dari subyek sendiri. 
Organisasi kognitif menunjuk pada cara materi yang sudah dipelajari, disimpan dalam ingatan, apakah tersimpan secara sistematik atau tidak. Hal ini sangat bergantung pada cara materi di pelajari dan diolah; makin mendalam dan makin sistematik pengolahan materi pelajaran, makin baiklah taraf organisasi dalam ingatan itu sendiri. Pada suatu ketika siswa memiliki sejumlah pengetahuan dan pengertian, kalau semua itu tersimpaan dalam ingatan dan terorganisis, siswa berkemampuan belajar lebih besar daripada siswa yang telah mempelajari banyak hal.
 Kemampuan berbahasa mencakup kemampuan untuk menangkap inti suatu bacaan dan merumuskan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki itu dalam bahasa yang baik, sekurang-kurangnya bahasa tertulis. Mengingat kaitan yang ada antara berfikir yang tepat dan berbahasa yang benar.
Daya fantasi berupa aktivitas yang mengandung pikiran-pikiran dan tanggapan-tanggapan, yang bersama-sama menciptakan sesuatu dalam alam kesadaran. Dalam alam fantasi orang tidak hanya menghadirkan kembali hal-hal yang pernah diamati, tetapi menciptakan sesuatu yang serba baru. Gaya belajar merupakan cara khas siswa dalam belajar. Gaya belajar mengandung beberapa komponen, antara lain gaya kognitif dan tipe belajar. Gaya kognitif adalah cara khas yang digunakan seseorang dalam mengamati dan berkreativitas mental dibidang kognitif.
Tipe belajar menunjuk pada kecenderungan seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan cara yang lebih visual atau lebih auditif. Siswa yang tergolong “tipe visual”, cenderung lebih mudah belajar bila materi pelajaran dapat dilihat suatu dituangkan dalam bentuk gambar, bagan, diagram, dan lain sebagainya, sedangkan siswa yang tergolong “tipe auditif”, cenderung lebih mudah belajar bila dapat mendengarkan penjelasan dan merumuskan hasil pengelolaan materi pelajaran dalam bentuk kata-kata dan kalimat yang kemudian disimpan dalam ingatan. Namun, tidak semua siswa akan jelas tergolong dalam salah satu tipe belajarnya yang materi pelajaran yang dihadapi. Ada pula siswa yang tidak bertipe belajar apa pun dan mengalami kesulitan, baik dalam mengolah materi pelajaran secara visual maupun secara auditif. 
4. Mengembangkan Kecakapan Kognitif
Upaya pengembangan kognitif siswa secara terarah baik oleh orang tua maupun oleh guru, sangat penting. Upaya pengembangan fungsi ranah kognitif akan berdampak positif bukan hanya terhadap ranah kognitif sendiri, melainkan juga terhadap ranah afekif dan psikomotor.
Dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera khususnya oleh guru, yakni :
a. Strategi belajar memahami isi materi pelajaran
b. Strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut.
Kebiasaan belajar (cognitif preference) siswa, secara garis besar terdiri atas:
1. Menghafal prinsip-prinsip yang terkandung dalam materi
2. Mengaplikaskan prinsip-prinsip materi
Prefrensi kognitif yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar (motif ekstrinsik) yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidak lulusan.  Menurut Dart & Clarke yaitu:
Aspirasi yang dimilikinya bukan ingin menguasai materi secara mendalam, melainkan sekedar asal lulus atau naik kelas semata. Sebaliknya preferensi kognitif yang keduanya biasanya timbul karena dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motif intristik), dalam arti siswa tersebut tertarik dan membutuhkan materi-materi pelajaran yang disajikan gurunya. 

Oleh karenanya, siswa ini lebih memusatkan perhatian benar-benar memahami dan juga memikirkan cara menerapkannya. 
Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan para siswa yang menggunakan strategi belajar yang berorentasi pada pemahaman yang mendalam terhadap materi isi pelajaran. Seiring dengan upaya ini, guru juga diharapkan mampu menjauhkan para siswa dari strategi dan preferensi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal naik atau lulus. Selanjutnya, guru juga dituntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif para siswa dalam memecahkan masalah menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dan keyakinan-keyakianan terhadap pesan-pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuannya.
Perkembangan kognitif seseorang menurut Piaget mengikuti tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap pertama: masa sensi motor (0.0-2.5 tahun) 
Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi memberikan reaksi motorik atas rangsangan-rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks: misalnya refleks mencari puting susu ibu, refleks menangis, dan lain-lain). Refleks-refleks ini kemudian berkembang lagi menjadi gerakan-gerakan lebih canggih, misalnya berjalan.
2. Tahap kedua : masa pra operasional (2.0-7.0 tahun).
Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak menggunakan simbol yang mewakili sesuatu konsep. Misalnya kata “ pisau plastik”. Kata “pisau” atau tulisan “pisau” sebenarnya mewakili makna benda yang sesungguhnya. Kemampuan simbolik ini memungkinkan anak melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan hal-hal yang telah lewat; misalnya seorang anak yang pernah melihat dokter berpraktek, akan (dapat) bermain “dokter-dokteran”.
3. Tahap ketiga : masa konkreto prerasional (7.0-11.0 tahun)
Pada tahap ini anak sudah dapat melakukan berbagai macam tugas yang konkrit. Anak mulai mengembangkan tiga macam operasi berfikir, yaitu:
a. Identifikasi  :  mengenali sesuatu.
b. Negasi         :  mengingkari sesuatu, dan
c. Reproksi       :  mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal.
4. Tahap keempat : masa operasional : (11.0-dewasa)
Pada tahap ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaan yang merupakan hasil dari berfikir logis, mampu berfikir abstrak, dan memecahkan persoalan yang bersifat hipotesis. 
b. Ranah Afektif 
Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwolhl dan kawan kawan (1974) dalam buku yang berjudul Taxonomi of Educational Objective : Afective Domain. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang memiliki kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri belajar afektif akan nampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku: seperti perhatiannya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam. Kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan Agama Islam dan lain sebagainya. Ranah afektif ini oleh Krathwolhl dan kawan-kawan di taksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang yaitu: 1. Reciving, 2. Responding, 3. Valuing, 4. Organization, 5. Characterization by Value or Value Complex. 
Reciving atau Attending (menerima atau memperhatikan) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.
Valuing (menilai atau menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek. Sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasa akan membawa kerugian atau penyesalan. Dalam kaitan proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan, tetapi mereka telah berkemampuan menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Nilai itu telah mulai dicamkan (interralized) dalam dirinya.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan nilai ke dalam suatu sistem organisasi termasuk di dalamnya hubungan dengan satu nilai dengan nilai lain. Pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
Characterization by a Value or Value Complex (karakterisasi dengan satu nilai) yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarkhi nilai. Nilai telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana, ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk satu waktu yang cukup lama, sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”. Tingkah lakunya menetap konsisten dan dapat diramalkan.
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhui Karakteristik Afektif Siswa 
A. Motivasi dan kebutuhan
Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, seringkali pengajar harus berhadapan dengan siswa-siswi yang prestasi akademisnya tidak sesuai dengan harapan pengajar. Bila hal ini terjadi dan ternyata kemampuan kognitif siswa cukup baik, pengajar cenderung untuk mengatakan bahwa siswa tidak bermotivasi dan menganggap hal ini sebagai kondisi yang menetap.
b.  Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungannya tersebut, semakin besar minatnya.
Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu. Proses ini menunjukan pada siswa bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhui dirinya, melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. 
c. Konsep diri 
Konsep diri adalah persepsi keseluruhan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Menurut Burns konsep diri adalah:
 Konsep ini merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit di ubah. Konsep ini tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya, biasanya orang tua, guru dan teman-teman.

2. Belajar Afektif
Belajar afektif berbeda dengan belajar intelektual dan ketrampilan, karena segi afekif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal di atas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan ketrampilan. Ada beberapa model belajar mengajar afektif, sebagai berikut :
1. Model konsiderasi
Manusia seringkali egostis, lebih memperhatikan mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul berkerja sama dan hidup secara harmonis dengan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi: (1) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi, (2) meminta siswa menganalisis situasi menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (3) siswa menuliskan responya masing-masing, (4) siswa menganalisis respon siswa lain, (5) mengajak siswa melihat konsekuensi dari tiap tindakannya, (6) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.
2. Model pembentukan rasional 
Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnnya. Nilai-nilai ada yang tersembunyi dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multimensional, ada yang relatif dan ada yang obsolut. Model pembentukan rasional bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.
Langkah-langkah pembelajaran rasional: (1) mengidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atau penyimpangan tindakan, (2) menghimpun informasi tambahan, (3) menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atau ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, (4) mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya, (5) mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuan-ketentuan legal dalam masyarakat.
3. Model nondirektif
Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator atau konselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.
Langkah-langkah pembelajaran nondirektif: (1) menciptakan situasi yang permisif melalui ekspersi bebas, (2) pengungkapan, siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang dihadapinya, guru menerima dan memberikan klarifikasi, (5) integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif, guru membantu dan mengembangkan.



3. Fungsi Afektif
Fungsi afektif yang mencakup: temprament, perasaan, sikap, minat .
Temprament. Pada setiap orang, alam perasaan memiliki sifat-sifat umum tertentu. Ada orang yang pada umumnya cenderung berperasaan sedih, dan pesimis, adapula yang biasanya berpersaan gembira dan optimis. 
Perasaan, yang dimaksudkan di sini adalah perasaan momentan dan intensional. “Momentan”yakni perasaan yang timbul pada saat tertentu sedangkan intensional adalah reaksi perasaan diberikan terhadap sesuatu, seseorang atau situasi tertentu. Apabila situasi berubah, maka pearsaan berganti pula. Misalnya bila guru sedang memarahi siswa dalam kelas, mereka merasa takut, tetapi beberapa waktu kemudian perasaan itu hilang dan perasaan menjadi lega, apabila guru menceritakan sesuatu lelucon untuk meringankan suasana yang sangat tegang.
Sikap, orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek sebagai hal yang berguna atau berharga baginya. Dengan demikian siswa yang memandang belajar di sekolah pada umumnya, atau bidang study tertentu, sebagai sesuatu yang bermanfaat baginya akan memiliki sikap positif, sebaliknya sesuatu yang tidak dianggap bermanfaat akan memiliki sikap yang negatif. Penilaian spontan melalui perasaan, berperan sebagai aspek positif dalam pembentukan sikap.
Minat, adalah sebagai kecenderungan subyek yang menentap, untuk merasa tertarik pada bidang study atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi. 
4. Mengembangkan Kecakapan Afektif
Keberhasilan pengembangan ranah afektif tidak hanya menumbuhkan kecakapan kognitif, tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Sebagai contoh, seorang guru agama yang piawai dalam mengembangkan kecakapan kognitif, akan berdampak positif terhadap ranah afektif siswa. Dalam hal ini pemahaman yang mendalam terhadap arti penting materi pelajaran agama yang disajikan guru serta preferensi kognitif yang mementingkan aplikasi prinsip-prinsip tadi akan meningkatkan kecakapan ranah afektif siswa. Peningkatan kecakapan ini, antara lain berupa kesadaran beragama yang mantap.
Dampak positif lainnya ialah yang dimilikinya sikap mental keagamaan yang telah tegas, lugas sesuai dengan tuntunan ajaran agama yang telah ia pahami dan yakini secara mendalam. Sebagai contoh, apabila seorang siswa diajak kawannya untuk berbuat tidak senonoh seperti melakukan seks bebas, meminum minuman keras, ia akan serta menolak dan bahkan berusaha mencegah perbuatan asusila itu dengan segenap daya dan upayanya. 
5. Perkembangan Afektif
Dalam perkembangan afektif ini, akan melalui tahap-tahap perkembangan emosi, nilai, moral dan sikap. Perkembangan emosi anak menunjukkan bahwa mereka bergantung pada faktor kemantangan belajar .Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsi sistem endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhui perkembangan emosi.
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna sebelumnya tidak dimengerti, memperhatikan satu rasangan dalam jangka waktu yang lebih lama, dan menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Demikian pula kemampuan mengingat mempengaruhui reaksi emosional. Dengan demikian, anak-anak menjadi relatif terhadap rasangan yang tadinya tidak mempengaruhui mereka pada usia yang lebih muda.
Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap stres. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama yang emosi mengecil secara tajam segera, setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar ini mulai membesar lebih pesat sampai anak berusia 5 tahun, Pembesarannya melambat pada usia 5 sampai 16 ahun. Pada usia 16 tahun kelenjar tersebut mencapai kembali ukuran semula seperti saat anak lahir. Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi.
Dan tahap selanjutnya adalah perkembangan nilai, moral, sikap. 
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan satun . Sopan santun, adat dan kebiasaan serta nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila adalah nilai-nilai hidup yanng menjadi pegangan seseorang dalam kedudukanya sebagai warga negara Indonesia dalam hubungan hidupnya dengan negara serta dengan sesama warga negara. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban. Dalam kaitannya dengan pengalaman nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup. Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk dan hal ini yang berkaitan dengan moral. Sedangkan menurut Gerung, sikap secara umum di artikan sebagai kesetiaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang. Dapat di ramalkan tingkah laku apa yang dapat terjadi dan akan di perbuat jika telah diketahui sikapnya. Dengan demikian keterkaitan antara dengan nilai, moral, sikap dan tingkah laku akan tampak dalam pengalaman nilai-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu kemudian di hayati dan di dorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang di inginkan.
C. Ranah psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan ketrampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman tertentu . Anita Harrow mengelolah taksonomi ranah psikomotor menurut derajat koordinasi yang meliputi koordinasi ketidaksengajaan dan kemampuan dilatihkan. taksonomi ini dimulai dari gerak refleks yang sederhana pada tingkatan rendah ke gerakan saraf otot yang lebih kompleks pada tingkatan tertinggi.
1. Gerakan refleks, merupakan tindakan yang ditunjukan tanpa belajar dalam menanggapi stimulus.
2. Gerakan dasar, merupakan pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan campuran gerakan refleks dan gerakan yang lebih kompleks. 
3. Gerakan tanggap, merupakan penafsiran terhadap segala rangsang yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Hasil belajarnya berupa kewaspadaan berdasarkan perhitungan dan kecermatan.
4. Kegiatan fisik, merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot, kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan dan kekuatan suara.
5. Komunikasi tidak berwacana, merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini merentang dari ekspresi mimik muka sampai dengan gerakan koreografi yang rumit.
1. Fungsi Psikomotorik
Kemampuan yang dimiliki siswa di bidang psikomotorik, juga merupakan bagian dari keadaan awal di pihak siswa, yang dapat menghambat atau membantu  di semua proses belajar-mengajar atau paling sedikit dalam proses belajar mengajar yang harus menghasilkan ketrampilan motorik. Kemampuan-kemampuannya yang dimaksud, antara lain adalah kecakapan menulis, kecakapan berbicara dan artikulasi kata-kata; menggunakan alat-alat menggunting, memotong, membuat garis dan lingkaran serta menggambar. Diantara kemampuan itu, ada yang dibutuhkan dalam proses belajar tertentu, seperti koordinasi gerak-gerik dalam pelajaran ketrampilan dan pendidikan jasmani.

2. Belajar Psikomotorik
Belajar psikomotor, ciri khasnya terletak dalam belajar menghadapi dan mengenali obyek-obyek secara fisik, termasuk kejasmanian manusia sendiri. Misalnya, menggerakkan anggota-anggota badan sambil naik tangga atau berenang, memegang alat sambil menulis atau melukis, memberikan makan kepada dirinya sendiri sambil mengambil bahan makanan dan memindahkan ke mulut dengan mempergunakan alat-alat makan dan lain sebagainya. Dengan penjelasan tersebut, berlangsung suatu penanganan atau operasi secara fisik bukan hanya operasi secara mental, sebagaimana terjadi bila berfikir. Dalam belajar ini, baik aktivitas mengamati melalui alat-alat indra (sensorik) maupun bergerak dan menggerakkan (motorik) mempunyai peranan penting.
3. Mengembangkan Kecakapan Psikomotorik
Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotor. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkrit dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun, disamping kecakapan psikomotor tidak terlepas dari kecakapan kognitif ia juga banyak terikat oleh kecakapan afektif. Jadi kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya .
Banyak contoh yang membuktikan bahwa kecakapan kognitif berpengaruh besar terhadap berkembangnya kecakapan psikomotor. Para siswa yang berprestasi baik (dalam arti yang luas dan ideal) dalam bidang pelajaran agama misalnya siswa akan lebih rajin beribadah sholat, puasa dan mengaji. Siswa juga tidak akan segan-segan memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan. Sebab, ia merasa memberi pertolongan adalah kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran agama yang ia terima dari gurunya (kognitif).
4. Perkembangan Psikomotor siswa
Dalam Psikologi, kata motor digunakan sebagai istilah yang menunjukan pada hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan skreasinya. Secara singkat Psikomotor adalah sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi terhadap kegiatan-kegiatan organ-organ fisik.
Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Semburan perkembangan terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian jasmani seperti kepala dan otak yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang, mulai menunjukkan perkembangan yang cukup berarti hingga bagian-bagian lainnya menjadi matang.
Ketika anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat-alat jasmaninya. Setelah berusia empat bulan, bayi itu sudah mampu duduk dengan bantuan sanggahan dan dapat pula meraih dan menggenggam benda-benda mainannya yang sering hilang dari pandangannya, kini ia telah memiliki gerakan otomatis untuk menggenggam.
Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur 6 tahun, koordinasi antara mata dan tangan (visio motorik) yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak, melempar dan menangkap juga berkembang. Pada usia 7 tahun, tangan anak semakin kuat dan ia lebih menyukai pensil dari pada krayon untuk menulis. Dari usia 8 hingga 10 tahun, tangan dapat digunakan secara bebas, mudah dan tepat. Koordinasi motorik halus berkembang, di mana anak sudah dapat menulis dengan baik. Ukuran huruf menjadi lebih kecil dan lebih rapi. Pada usia 10 hingga 12 tahun, anak-anak mulai memperhatikan ketrampilan-ketrampilan manipulatif menyerupai kemampuan orang dewasa. Mereka mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, cepat, yang diperlukan untuk menghasilkan karya kerajinan yang bermutu bagus atau memainkan instrumen musik tertentu . 
Gerakan-gerakan psikomotor siswa akan terus meningkat keanekaragaman, keseimbangan dan kekuatannya ketika ia menduduki tingkat SMP dan SMA. Namun, peningkatan kualitas bawaan siswa ini justru membawa konsekuensi tersendiri, yakni perlunya pengadaan guru yang lebih piawai dan terampil. Kepiawaian guru dalam hal ini bukan hanya menyangkut cara melatih ketrampilan para siswa, melainkan juga kepawaian yang berhubungan dengan penyampaian ilmu tentang mengapa dan bagaimana ketrampilan tersebut dilakukan.


Posted by Rokhimnet fuul On 8:47 PM No comments READ FULL POST

1. Peran Manajer Personalia
            Menurut Riva’i Vaitzal bahwa”dalam manajemen sumber daya manusia tidak hanya memperhatikan kepentingan perusahaan. Tetapi juga memperhatikan kebutuhan karyawan dan pemilik tuntutan masyarakat luas, menuju tercapainya efektif, efisien, produktivitas dan kinerja perusahaan”[1].  Pelaksanaan berbgai fungsi manajemen SDM sebenarnya bukan hanya dapat menciptakan SDM yng produktif tujuan perusahaan, akan tetapi menciptakan suatu kondisi yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan potensi dan motivasi SDM dalam berkarya.
            Dalam mengelola manusia seefektif mungkin agar diperoleh suatu satuan SDM yang merasa puas dan memuaskan merupakan tugas dan tanggung jawab dari manajemen SDM. Dengan tugas dan peran seperti itu maka manajer dalam hal tersebut memiliki dua fungsi yaitu fungsi manajerial dan fungsi operasional. Sebagaimana dikatan Riva’i Vaitzal “Adapun fungsi-fungsi manajemen SDM, seperti halnya manajemen umum yaitu: fungsi manajerial (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian), fungsi operasional (pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, pemutusan hubungan kerja)”[2]. Dengan fungsi-fungsi yang dipaparkan maka fungsi manajer tidak lepas dari bagaimana mengupayakan sumberdaya secara efektif dan efisien. Dengan kerjasama semua pihak baik itu karyawan dan manajer.

2.  Langkah-langkah peningkatan kinerja karyawan
            Dalam rangka peningkatan kinerja karyawan terdapat tujuh langkah antara lain adalah:
a.      Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja. Ini dapat dilakukan dengan (1) Megidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus-menerus mengenai fungsi-fungsi bisnis, (2) Mengidentifikasi masalah melalui karyawan, (3) memperhatikan masalah yang ada.
b.      Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan. Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan bebebrapa informasi antara lain: (1) mengidentifikasi masalah setepat mungkin, (2) menentukan tingkat keseriusan masalah dengan mempertimbangkan: harga yang harus dibayar bila tidak ada kegiatan , harga yang harus dibayar bila ada campur tangan dan penghematan yang diperoleh apabila ada penutupan kekurangan kinerja.
c.       Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistim maupun yang berhubungan pegawai sendiri.
d.      Mengembangkan rencana tindakan untuk mengulangi penyebab kekurangan tersebut.
e.      Melakukan rencana tindakan tersebut.
f.        Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut teratasi atau belum.
g.      Mulai dari awal, apabila perlu.




[1] Veitzhal Rifa’i, MSDM untuk perusahaan ( Jakarta: Raja grafindo persada, 2005), hlm 15
[2] Ibid, hlm 14
Posted by Rokhimnet fuul On 8:34 PM No comments READ FULL POST

Thursday, April 18, 2013

A. Pendahuluan
Studi tokoh merupakan salah satu dari jenis penelitian kualitatif yang dering digunakan untuk menyelesaikan salah satu tugas diperguruan tinggi, baik berbentuk skripsi, tesis dan disertasi. Meskipun sudah lumrah digunakan dalam proses penelitian, buku yang representif tentang studi tokoh masih sangat terbatas. Sehingga dalam pelaksanaan dilapangan mahasiswa sring mangalami krisis metodologi, termasuk makalah ini mengalami keterbatasan sumber yang harus diadopsi. Makalah ini juga hadir apa adanya dan serba sederhana. Sebearnya penelitian tokoh adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan, mengumpulkan data- data dan informasi tentang seorang tokoh secara sistematik guna untuk meningkatkan atau menghasilkan informasi dan pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mencapai suatu pemahaman tentang ketokohan seseorang individu dalam komunitas tertentu dan dalam bidang tertentu, mengungkap pandangan, motivasi, sejarah hidup, dan ambisinya selaku individu melalui pengakuannya. Sebagai jenis penelitian kualitatif, studi tokoh juga menggunakan metode sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif, yakni wawancara, observasi, dokumentasi, dan catatan-catatan perjalanan hidup sang tokoh. Sebenarnya sebagai varian metode dan jenis penelitian kualitatif, studi tokoh sangat baik untuk menggali pikiran dan pandangan seorang tokoh dalam bidangnya.

B.Pengertian Penelitian Tokoh
 Riset atau penelitian berasal dari bahasa Inggris, research, menurut The Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1961) ialah penyelidikan atau pencarian yang seksama untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu pengetahuan. Menurut Kerlinger (1986) Penelitian adalah proses penemuan yang mempunyai karakteristik sistematis, terkontrol, empiris, dan mendasarkan pada teori dan hipotesis atau jawaban sementara. Sedangkan menurut Tuckman penelitian adalah suatu usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah, sistematis artinya mengikuti prosedur atau langkah-langkah tertentu. Selain itu penelitian didefinisikan sebagai: “Suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, dan usaha-usaha itu dilakukan dengan metode ilmiah”.

Sedangkan pengertian tokoh adalah seseorang yang terkemuka atau kenamaan dibidangnya, atau seseorang yang memegang peranan penting dalam suatu bidang atau aspek kehidupan tertentu dalam masyarakat. Seseorang tersebut berasal, dibesarkan, dan dibesarkan dan hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tokoh adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan, mengumpulkan data-data dan informasi tentang seorang tokoh secara sistematik guna untuk meningkatkan atau menghasilkan informasi dan pengetahuan. Penelitian tokoh ini sendiri termasuk kedalam salah satu jenis penelitian kualitatif yang berkembang sejak era 1980’an. Sebagai jenis penelitian kualitatif, peneletian tokoh juga menggunakan metode sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif, yakni wawancara, observasi, dokumentasi, dan catatan-catatan perjalanan hidup sang tokoh.

 C.Kriteria Seorang Tokoh 
1. Berhasil di bidangnya Orang yang berhasil adalah oarang yang mencapai tujuan-tujuan tertentu berdasarkan potensi yang dimiliki dan aktivitas yang dilakukan sesuai dengan bidang yang digelutinya.

2.Mempunyai kekayaan yang monumental karya itu masih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah bahwa itu merupakan karya sang tokoh

3.Mempunyai pengaruh pada masyarakat Artinya buah pemikiran dan perilakunya memang menjadi rujukan dan panutan oleh masyarakat dalam beraktivitas bagi kehidupan

 4. Ketokohannya diakui secara mutawatir. Artinya sebagaina besar mesyarakat memberikan apresiai positif dan mengidolakannya sebagai orang yang pantas menjadi tokoh atau ditokohkan untuk menyelesaikan persoalan. Dengan indikator tersebut maka orng yang layak dijaidkan objek penelitian adalah orang yang populer dimasyarakatnya, minimal bertaraf skala provinsi.

 D. Prosedur Studi Tokoh 
Salah satu prosedur dalam penelitian studi tokoh adalah Menentukan bidang keilmuan yang akan dikaji. Sebagaimana yang dikatakan oleh mudjia rahardjo, bahwa ada beberapa kesalahan dalam studi tokoh khususnya bagi peneliti pemula, yaitu memilih tokohnya terlebih dahulu. Padahal, yang harus dilakukan oleh peneliti adalah menentukan jenis keilmuan yang akan digali terlebih dahulu kemudian diidentifikasi siapa saja tokoh yang terlibat dalam bidang keilmua tersebut. Untuk langkah yang selanjutnya menentukan tokoh yang paling menonjol. Ukuran ketokohan seseorang adalah banyaknya karya ilmiah yang dihasilkan, pandangan masyarakat secara umum dengan menghimpun informasi sebanyak-banyaknya tentang tokoh tersebut dari berbagai sumber. Setelah data terkumpul, dikaji kelebihan dan kekurangan para tokoh untuk selanjutnya ditentukan yang paling sedikit kekurangannya dan paling banyak kelebihannya. Itulah tokoh yang dipilih.

Karena itu, secara berurutan langkah-langkah metodologisnya sebagai berikut:
1. menentukan bidang kajian yang menjadi minat peneliti,
2. bidang yang dipilih merupakan bidang yang paling dikuasai peneliti
3. membuat daftar siapa saja tokoh atau ilmuwan yang dipandang sebagai ahli di bidang yang akan dikaji
4. Dari sekian banyak tokoh itu dibuat peringkat ketokohannya berdasarkan karya yang ditulis, pandangan orang dan masyarakat luas tentang tokoh tersebut, dan tentu expert judgement peneliti sendiri.
5. Dibuat daftar kelebihan dan kekurangan masing-masing tokoh dalam bidang yang akan dikaji
6. Setelah itu ditentukan tokoh yang dipilih untuk dikaji
7. Untuk menambah wawasan tentang tokoh dimaksud, peneliti melakukan kajian terdahulu tentang siapa saja yang pernah meneliti tokoh tersebut untuk memperolehstate of the arts.
8. Memulai Studi dengan mengumpulkan data.

 E. Pengumpulan Data 
  1. Prosedur pemgumpulan data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitiian studi kasus melalui tiga tahap;

a. Tahap orientasi. Dalam tahap ini peneliti mencari mencari hal-hal yang menarik tentang tokoh yang kan ditelitinya. Dari isini peneliti melakukan fokus studi yang akan diangkat. Dalam menghadapi tokoh yang akan diteliti, peneliti hendaknya bersikap pasif terutama pada pertama orientasi. Peneliti harus harus mengenal karakteristik sang tokoh dan mendalaminya secara berhati-hati.

b. Tahap eksplorasi. Pada tahap ini peneltiian lebih terarah kepada fokus studi. Setelah menentukan fokus studi peneliti mulai melakukan kegiatan lapangan dengan mengumpulkan data sesuai fokus studi.

c. Tahap studi terfokus Pda tahap ini peneliti mulai melakukan studi secara mendalam yang terfokus pada masalah keberhasilan, keunikan, dan karya sang tokoh yang dianggap penting dan mempunyai penegaruh signifikan pada masyarakat.

2. Observasi Menurut Nawawi martini(1991) observasi adalah pengamatan yadan pencatatn secara sistematik terhadap unsure-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. Menurut Patton(dalam Poerwandari 1998) menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena:

a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti.
b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif
c. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal karena berbaga sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.

 3. Analisis Data
a. Signifikansi Analisis Data 
Analisis data pada studi tokoh dilakukan sejak awal penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penyempurnaan proposal atau disain bila dipandang perlu, memudahkan penemuan teori, dan memudahkan penetapan tahap-tahap pengumpulan data berikutnya. Analsis data pada dasarnya merupakan penjabaran data kedalam kategori-kategori dan karakteristik setelah ditelaah secara cermat. Dari analisis tersebut diharapkan dapat ditemukan pokok-poko pemikiran yang sesuai dengan fokus studi Analisis data penelitian kualitatif dalam studi tokoh dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menemukan atau pola tertentu. Artinya peneltian berusaha menangkap karakter sang tokoh dengan caramenata dan melihatnya berdadarkan dimensi suatu bidang keilmuan, sehingga dapat menemukan pola atau tema tertentu. Misal, seorang melakukan studi tenang tokoh ini pendidikan islam X. Yang dicari adaah pola peranan yang dilakukan tokoh ini dalam melahirkan berbagai pemikiran pendidikan, baik secara teoritik maupun praktis.

b. Mencari hubungan logis antar pemikir sang tokoh dalam berbagai bidang, sehingga dapat ditemukan alasan mengenai pemikir tersebut. Disamping itu peneliti juga berupaya untuk menentukan arti dibalik pemikirann tersebut, berdasrkan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang mengitarinya.

c. Mengklasifiksikan dalam arti membuat pengelompokan pemikiran sang tookoh sehingga dapat dikelompokkan kedalam berbagai bidang/aspek pendidikan islamyang sesuai bidang menejerial, sosiologis, psikologis, ekonomis,dan sebagainya. Dengan penelompokan semamcam ini, peneliti akan dapat menarik kesimpulan, berdaserkan hasil studi sang tokoh, tentang bidang yang digeluti tokoh tersebut

d. Mencari generasi gagasan yang spesifik. Artinya berdasarkan temuan-temuan spesifik sang tokoh, peneltiti mungkin akand apat menenukan aspek yang dapat digenerelesasikan untuk tokoh-tokh lain yang serupa. .

2. Jenis Analisis Data 
a. Analisis domain
Analisis domain adalah analisis yang digunakan untuk mendapatkan gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh terhadap fokus studi. Teknik analisis ini sangat relevan untuk dipakai dalam studi yang bersifat eksplorasi. Artinya, analisis hasil studi hanya ditargetkan untuk memperoleh gambaran seutuhnya dari sanga tokoh, tanpa harus dirinci secara mendatail. Misalnya, studi tokoh tentang Al-Ghazali:filosof, ilmuwan, agamawan, pendidik, bahkan mungkin budayawan adalah bagian dari “predikat atau label” yang melekat pada diri Al-Ghazali.

 b. Analisis Taksonomi
Analisi taksonomi adalah nalisis yang tidak hanya berupa penjelajahan umum, melainkan analisi yang meusatkan perhatiannya pada domain tertentu yang sangat berguna untuk menggambarkan fenomena atau masalah. Pada nalisis ini, domain-domain yang dipilih untuk diteliti secara lebih mendalam merupakan fokus studiyang perlu dilacak secara struktural internalinternal masing-masing secara mendalam. Secara kesluruhan pendekatan ini menggunakan “pendekatan non kontras antar elemen” Misalnya, dalam meneliti tidak mendeskripsikan “predikat atau label” yang melekat pada diri Al-Ghazali secara umum, melainkan memilih salah satu domain, kemudia melacaknya dan menjelaskan secara mendalam. Misal, untuk meneltii Al-Ghazali seorang filosof, pelacakan bisa dimulai dari riwayat hidup pendidkan kemudian juga pengalaman spiritual dan inteltualnya yang memeberikan kontribusi pada pembetukan pribadinya sebagaia seorang filosof

c. Analisis komnensial
 Ananlsis komponensial adalah analisis yang dilakukan yang menggunakan kekontrasan antar unsur domain yang diperoleh melalui pengamatana atu wawancara. Unsur yang ada dalam domain yang kontras akan dippilih dan pilih oleh peneliti dan melanjutkannya akan dicarai ketegori-kategori yang relevan. Domain yang sudah diidentifiaksi pada analisis domain dan kesamaan-kesamaan hubungn internalna yang telah diperoleh dari anlisis tksnomi akan dianalis kekontrasan antar unsurnya pada analisis komponensial. Pada setiap domain tercakup sejumlah elemen atau kategori-kategori dikembangkan oleh hgeegl yaitu tesa, antitesa, dan sintesa. Tokoh-tokoh ini akan tepat digunakan pada tookoh-tokoh yang pemikiran, tulisan, dan tindakannya lebih berbau kontroversial.
1) Penggelaran hasil obeservas dan wawancara. Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan berkali-kali digelar dalam lembaran-lembaran yang mudah dibaca. Pada tahapini tidak oerlu dipilih domain dan sub domain yang telah dipilih, tetapi cukup digelara begitu saja, agar mdah dibaca. Data tersebut, kemudian secara langsung diedit secara terbatas.
2) Pemilahan hasil observasi dan wawancara. Pada tahap yang selanjutnya dilakukan memilah hasil wawancara dan observasi. Artinya, hasil wawancara dan observasi tersevut dipilah menurut domain dan sub domain tanpa harus mempersoalkna dari elemen-elemen mana sub domain berasal.
3) Menemukan elemen kontras Pada tahap ini, penelti diharapkan untuk membuat tabel datau matriks yang dipakai untuk mencari dan menempatkn pilahan sub domain yang telah ditemukan adanya elemen kontras. Sebagai contoh, studi tentang al-Ghazali. Dalam penelitian al-Ghazali salah satu domain, misalnya al-Ghazali sebgai seorang filosof. Sebgai seorang filosof Al-Ghazali pernah melarang untuk berfilsafat. Padahal dia pernah menulis kitab filsafat.d ari sini dapat kita lacak mengapa dia melarang orang berfilsafat. Serta mengapa mengapa dia menulit kitab filsafat. Dimana keduanya tampak kontras.

d. Analisis tema kultural
Analisis tema kultural adalh nanailis dengnan memahami gjela-gejala yang tampak khas dari sang tokoh serte releansinya dengan budaya masyarakat. Dengan ini fokus studi akan mudah ditemukan bilan tema-tema dapat ditemukan. Analisis ini mencoba mengumpulkan dekian banyak tema, fokus budaya, etos budaya, nilai dan simbol-simbol budaya yang terkonsentrasi pad domain-domain tertentu. Misal peneltian tentang al-ghazali. Mengapa Al-Ghazali terjun dalam dunia filsafat dan banyak menulis kitab filsafat? Hal ini dapt diasumsikan bahwa, pertama: Etos kerja orang arab sangat tinggi. Karena al-Ghaali erada dikomunitas aab, maka karyanya yang banyak itu meruapakan refleksi dari budaya arab saat itu. Asumsi kedua, tulisan mengenai kitab filsafat ini dimaksudkan unntuk memeberikan alternatif pemeikiran baru dalam dunia filsafat,sebab selama itu pemikiran filosof komunitas bangsa arab telah terkontaminasi oleh pemikiran yunani kuno, yan tentu saja tidajk sesuai dengan pemikiran orang arab pada saat itu.

e.  Analisis komparasi konstan 
 Analisis ini yang dikonsentrasikan pada deskripsi rinci tentang ciri-ciri data yang terkumpulkan, sebelum berusaha menghasilkan pertanyaan teoritis yang lebih umum. Menurut Glaser dan Stauss tahaoan analisi kontans ada 4, yaitu membandingkan kejaidan pada setiap kategori, menaytukan kategori dan mengidentifikasi konseop-konsep, membatasi teori, mengembangkan teori. Implementasi dari analisi ini dapat dilihat pada, misalnya studi tokoh al-Ghazali sebagaima kerangka berfikir sebelumnya. Dalam studi ini peneliti mengamati dan mencatat berbagai hal penting yang dilakukan oleh Al-Ghazali, kemudian membuat catatan tentang kehidupan al-Ghazali. Dari isni peneliti kemudian memformulasikan pemikiran dan karya al-Ghazali dalam proposisi sehingga dapat ditemukan pada peta pemikiran Al-Ghazalidibidang yan sedang digelutinya, dan “predikat dan label” yang menunjukkan indentitas diri al-Ghazali, apakh sebagai seorang filosof, ilmuwan, agamawan, dan lain- lain.

F. Penngecekan Keabsahan Data 
Sebagai bagian dari oenelitian kualitatif, studi tokoh harus pula memenuhi persyaratan sebagai suatu discliplined inquery. Sebagaimana penelitian paa umumnya, setiap kegiatan studi tokoh haruslah dilaksanakan untuk memberikan kontribusi pada pengembangan keilmuan, artinya nilai temuannya memang penting atau cukup berarti(meaningful topics, not trivial) (faisal, 1990; 31) Untuk mendukung siknifikansi temuan, maka diperlukan pengecekan pengecekan keabsahan studi. Dalam penelitian kualitatif, termasuk studi tokoh, pengecekan dapat dilakukan dengan empat cara yaitu kreadibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas data. Kempat cara ini dapat digunakan salah satu atau keempatnya secara bersamaan dalam melakukan kegiatan penelitian. 

1.  Kreadibilitas data 
Kreadibilitas data adalah upaya penelitian untuk menjamin keshahihan data dengan mengkonfirmasikan data yang diperoleh kepada subyek penelitian. Tujuannya untuk membuktikan bahwa apa yang ditentukan peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dan sesuai dengan apa yang dilakukan subyek penelitan (Nasution, 1988; 105-108). Kriteria kreadibilitas digunakan untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan peneliti mengandung kebenaran, baik pada pembaca pada umumnya maupun sunyek penelitian (Soegianto; 1989). Untuk menjamin kesahihan data, Lincoln dan Guba (1985) serta Moleong (1990) menyarankan tujuan tehnik pencapaian kreadibilitas data yaitu: 
a.. Keikutsertaan yang diperlama (prolonget engagemen), yaitu memperpanjang atau tidak tergesa-gesa dalam mengambil data sebelum tercipta rapport di lapangan. Perpanjangan keikutsertaan ini dapat meningkatka derajat kepercayaan data yang dikumpulkan karena peneliti telah banyak mempelajari pemikiran dan tindakan sang tokoh, sehingga bisa menguji ketidakbenaran informasi, baik yang berasal dari peneliti sendirimaupun dari informan lainnya, serta dapat terbangun kepercayaan antara peneliti dengan subyek penelitian. 
b. Melakukan pengamatan dengan tekun(persistent observation), yaitu mengadakan observasi secara intensif terhadap subyek penelitian guna memahami gejala lebih mendalam tentang aspek-aspek penting dalam kaitannya dengan topic dan focus penelitian. Dalam hal ini, peneliti diharapkan secara sungguh-sungguh, selama jangka waktu tertentu, mengamati subyek penelitian sehingga informasi yang diperoleh bisa semakin “wajar (apa adanya)”, mendalam, dan rinci berkaitan dengan topic penelitian. 
c. Triangulasi, yaitu mengecek keabsahan data dengan memanfaatkan berbagai sumber di luar data sebagai perbandingan. Triangulasi yang dapat digunakan adalah: 
 1). Triangulasi data, yaitu dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, data wawancara dengan data dokumentasi, dan data pengamatan dengan data dokumentasi. b. Triangulasi metode , dilakukan dengan dua cara, yaitu 
a) Mengecek derajat kepercayaan temuan penelitian dengan beberapa tehnik pengumpulan data. 
b) Mengecek derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan tehnik yang sama. Dengan dua jenis triangulasi metode ini dimaksud untuk memverivikasi dan memvaliditasi analisis data kualitatif (Patton, 1980; 331). Triangulasi metode tertuju pada kesesuaian antara data yang diperoleh dengan tehnik yang digunakan. Triangulasi penelitian lain, yaitu dengan membandingkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan peneliti lain mengenai tokoh yang mempunyai bidang keahlian yang sama dengan tokoh. 
2). Pemeriksaan sejawat (peer debrifing), yaitu dengan mendiskusikan data yang diperoleh dengan berbagi pihak yang berkompeten dalam bidang studi tokoh atau dengan seseorang yang mengenal sang tokoh. Deang kata lain, peneliti melibatkan teman sejawat yang tidak ikut meneliti untuk membicarakan bahkan untuk mengritik segenap proses dan hasil penelitian, sehingga peneliti dapat memperoleh masukan yang bermakna atas kelemahan yang mungkin terjadi dalam penelitian yang dilakukannya. 
3). Analisis kasus negatif, digunakan peneliti untuk memantapkan kesimpulan yang dibuat sampai diperoleh kepastian bahwa kesimpulan tersebut berlaku untuk semua sebyek yang rlevan tanpa kecuali. Caranya adalah dengan mencari kasus atau keadaan lain yang bertentangan atau yang mungkin akan menyanggah kebenaran hasil penelitian yang ia lakukan. Apabila terdapat kasus atau bukti yang bertentangan dengan hasil penelitian yang sedang ia lakukan, maka hasil penelitian tersebut perlu dimodifikasi dan dianalisis kembali, sampai ditemukan kesesuaian. 3. Kecukupan referensial, yaitu melacak kecocokan seluruh hasil analisis data, dan bila semakin cocok satu sama lain dan bisa saling menjelaskan satu sama lain, maka hasil penelitian tersebut akan semakin terpercaya, misalnya film atau video dapat digunakan sebagai alat perekam yang pada saat senggang dapat dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan berbagai kritik, saran dan masukan yang terkumpul. Jadi, bahan-bahan yang tercatat atau terkam dapat digunakan sebagai patokan untuk menguji data sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data. Kegiatan ini disebut dengan istikah Referential adequacy checks. 4. Pengecekan anggota, yaitu peneliti berusaha melibatkan untuk mengecek keabsahan data. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi interpretasi subyek penelitian. Pengcekan dengan informan atau anggota yang terlibat meliput; data, katagori analisis, penafsiran, dan kesimpulan (Moleong, 1990; 181). Informan atau anggota yang terlibat dimanfaatkan untuk memberikan reaksi, dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri, terhadap data yang telah disusun peneliti. Pengecekan anggota dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Banyak kesempatan tersedia untuk mengadakan pengecekan anggota, yaitu setiap hari pada waktu peneliti bergaul dengan para subyek penelitian. H. Transferabilitas Data Transferabilitas dilakukan dengan memberikan kesempatan pada semua orang untuk membaca laporan penelitian (sementara) yang telah dihasilkan oleh peneliti. Setelah itu, para pembaca tersebut diminta untuk memenilai supstansi peneliti tersebut dalam kaitannya dengan focus penelitian. Bila pembaca memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya mengenai penelitian, maka laporan penelitian tersebut telah memenuhi standar transderabilitas. Satu-satunya cara untuk memenuhi standar tersebut adalah dengan memperkaya deskripsi tentang latar / konteks dari focus penelitian. Inilah yang bisa membantu para pembaca laporan penelitian dalam menganalisis transferabilitas suatu hasil penelitian. I. Dependabilitas Data Untuk menghindari kesalahan dalam memformulasikan hasil penelitian, maka kumpulan dan interpretasi data yang telah ditulis dikonsultasikan dengan berbagaipihak untuk ikut memeriksa proses studi yang dilakukan peneliti, agar temuan studi dapat diandalkan (dependable) dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah sesuai kaidah metode penelitian. Suatu tehnik utama untuk menilai dependalitas data adalah dengan melakukan audit dependabilitas itu sendiri. Ini bisa dilakukan oleh seorang atau beberapa orang auditor yang independen, dengan jalan melakukan review terhadap segenap jejak (track) aktivitas penelitian (sebagaimana yang terekam dalam catatan lapangan, dokumen / arsip lapangan, dan laporan itu sendiri). Jika penilik tak mempunyai dan tak dapat menunjukkan “jejak aktivitas lapangannya”, maka dependabilitas penelitinya patut diragukan (Faisal, 1990: 33). J. Konfirmabilitas Data Konfirmabilitas dalam studi tokoh dilakukan bersamaan dengan dependabilitas. Perbedaan keduanya terletak pada orientasi penilaiannya. Konfirmabilitas digunakan untuk menilai hasil (produ k) studi, terutama berkaitan dengan deskripsi temuan studi dan diskkan dependausi hasil studi. Sedangkan dependabilitas digunakan untuk menilai proses penelitian, mulai pengumpulan data sampai pada bentuk laporan yang tersusun secara sistematis. Audit konfirmabilitas dapat dilakukan bersamaan dengan audit dependabilitas. Jika hasil audit tersebut menunjukkan adanya konfirmabilitas, maka hasil penelitian bersangkutan lazimnya juga bisa diterima atau diakui oleh para pembaca. Dengan adanya dependabilitas dan konfirmabilitas ini, diharapkan hasil studi memenuhi standar penelitian kualitatif, yaitu truth value, applicability, consistency, critice dan neutrality. Di samping pengecekan keabsahan data tersebut, untuk memenuhi kualitas hasil studi tokoh, peneliti sepatutnya mempertimbangkan berbagai standar lainnya. Standar dimaksud meliputi: 
(1) Harus dilaksanakan dalam kondisiyang sewajar mungkin atau “apa adanya”, tanpa adanya rekayasa atau “pesanan”. 
(2) Harus memperlakukan subyek penelitian atau sang tokoh secara wajar dan penuh penghormatan; 
(3) Harus menjunjung tinggi perspective emic subtek penelitian;
(4) Setrategi pengambilan informan yang menjadi subyek penelitian haruslah rasional dan dilaporkan secara jelas; 
(5) Semua kontradiksi dalam laporan harus dianalisis dan / atau dipecahkan dalam bagian pembahasan hasil penelitian; 
(6) Harus jelas bagi pembaca bahwa focus studi dan tokoh yang distudi adalah hasil identifikasi secara induktif; 
(7) Laporan penelitian haruslah mencakup baik deskripsi maupun analisis atau sistematis ; 
(8) Berbagai perspektif atau kegamdan perspektif , sesuai dengan gandanya pemikiran yang tokoh, haruslah disajikan ketika interpretasi data penelitian; 
(9) Bagaimana dan apa yang dilakukan peneliti selaku instrument penelitian juga perlu dijelaskan, sehingga pembaca memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh tentang bagaimana penelitian itu dilakukan; 
(10) Laporan penelitian harus ditulis secara baik dan komunikatif, sesuai denga karakteristik sasaran pembacanya. Ketentuan tata tulis dan tata bahasa yang benar juga perlu diperhatikan (Faisal, 1990; 33
Posted by Rokhimnet fuul On 5:34 AM 1 comment READ FULL POST

Sunday, April 14, 2013


Dasar dan Konsep MPMBM
Semenjak diberlakukannya UU no 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU no 25 tentang perimbangan keuagan anatara pemerintah pusat dan daerah, dan derivisi menjadi UU no 32 dan 33 tahun 2004, maka berkenaan dengan otonomi daerah yang awalnya sentralisasi menjadi desentralisasi dan madrasah diberi kewenangan untuk mengatur dan melaksanakan pendidikan sesuai dengan visi, misi dan tujuan madrasah tersebut berada dengan mengacu undang-undang yang telah ada.

Disebutkan pula dalam UU sisdiknas tahun 2003 pasal 50 ayat 5 yang berbunyi “pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal”. Dan juga disebutkan dalam pasal 51 ayat 1 yang berbunyi “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menenga, dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”[1]
Posted by Rokhimnet fuul On 8:55 AM No comments READ FULL POST

Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Posted by Rokhimnet fuul On 8:46 AM No comments READ FULL POST

Dari beberapa definisi tentang kurikulum tersebut, maka dapat difahami bahwa pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai: kegiatan menghasilkan kurikulum; atau (2) proses mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik dan/atau (3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum.

Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan sampai sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena sebagai berikut: (1) perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingat tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran, (2) perubahan dari cara berfikir tekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agma Islam; (3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan prodak tersebut; dan (4) perubahan dari pola pengembangan kurikulm yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum kearah keterlibatan yang luas dari pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan dan cara-cara mencapainya.

Kurikulum merupakan konsep Studi yang luas. Banyak teori tentang kurikulum. Beberapa teori yang menekankan pada rencana, yang lain pada inovasi, pada dasar-dasar pilosofis dan pada konsep-konsep yang diambil dari ilmu perilaku manusia. Secara sederhana teori kurikulum dapat diklasifikasikan  atas teori-teori  yang lebih menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan serta pada organisasi kurikulum.[1]         Penekanan pada isi kurikulum. Strategi pengembangan yang menekankan pada isi, merupakan yang paling lama  dan banyak dipakai, tetapi juga terus mendapat penyempurnaan atau pembaharuan. Sebab-sebab yang mendorong pembaharuan ini adalah: Pertama, karena didorong oleh tuntutan untuk menguatkan kembali nilai-nilai moral dan budaya dari masyarakat. Kedua, karena perubahan dasar filosofis tentang struktur pengetahuan. Ketiga, karena adanya tuntutan bahwa kurikulum harus berorientasi pada pekerjaan.

Faktor tersebut tidak timbul dari atau tidak ada hubungannya dengan persekolahan, tetapi sangat mempengruhi perkembangan kurikulum. Pengaruh terhadap pengembangan kurikulum umpamanya, penguatan kembali nilai-nilai moral dan budaya akan meminta perhatian yang lebih besar pada kumpulan ilmu pengetahuan masa lalu, orientasi kepada pekerjaan akan lebih banyak melihat kemasa depan, sedangkan titik tolak pada pandangan filosofis akan lebih menekankan pada disiplin-disiplin keilmuan.

Pengembangan kurikulum yang menekankan pada isi  bersifat material centered. Kurkulum ini memandang murid sebagai penerima resep yang pasif. Anak dianggap sebagai bahan kasar yang tidak berdaya. Salah satu atribut organisasi kurikulum yang didasarkan pada pengetahuan, memungkinkan pengembangan dalam jumlah besar.
Penekanan pada situasi pendidikan. Tipe kurikulum ini lebih menekankan pada masalah dimana, bersifat khusus, sangat memperhatikan dan disesuakan dengan lingkungannya. Tipe ini akan menghasilkan kurikulum berdasarkan situasi-situasi lingkungan. Tujuannya adalah menghasilkan kurikulum yang benar-benar merefleksikan dunia kehidupan dari lingkungan anak.  Kurikulum yang menekankan pada situasi pendidikan akan sangat beraneka, dibandingkan dengan kurikulum menekankan isi. Kurikulum ini bertujuan mencari kesesuaian antara kurikulum dengan situasi di mana pendidikan berlangsung. Kurikulum ini ruang lingkupnya sempit, masa pengembangannya juga relatif lebih singkat dari pada desiminasinya.

Penekanan pada organisasi. Tipe kurikulum ini sangat menekankan pada proses belajar mengajar. Meskipun dengan berbagai perbedaan dan pertentangan, umpamanya antara konsep sistem instruksional  (pengajaran program, pengajaran modul, pengajaran dengan bantuan komputer) dengan konsep pengajaran (perkembangan) dari Bruner dan Jean Piaget, keduanya sangat mempengaruhi  perkembangan kurikulum tipe ini.

Perbedaan yang sangat jelas antara kurikulum yang menekankan pada organisasi dengan yang menekankan pada isi dan situasi, adalah memberikan perhatian yang sangat besar kepada si pelajar atau siswa.




[1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 174.

Posted by Rokhimnet fuul On 8:41 AM No comments READ FULL POST

Pengertian kurikulum pendidikan agama Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum secara umum, perbedaan hanya terletak pada sumber pelajarannya saja. Sebagaimana yang diutarakan oleh Abdul Majid dalam bukunya Pembelajaran Agama islam Berbasis Kompetensi, mengatakan bahwa kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode dan evaluasi pendidikan dan evaluasi pendidikan yang bersumber pada ajaran agama Islam.[1]
Posted by Rokhimnet fuul On 8:34 AM 1 comment READ FULL POST

Monday, April 8, 2013


Para ahli dalam mengembangkan kurikulum  tidak hanya berpegang kepada satu teori, akan tetapi mengkombinasikan beberapa teori, yang sekiranya dapat mencapai tujuan yang direncanakan. Ada beberapa teori yang biasa digunakan dalam pengembangan kurikulum, di antaranya:

a.       Pendekatan Subyek akademis
Pendekatan subyek akademi dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sitematisasi disiplin ilmu  ,asing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memilki sistematisasi tertentu. Pengembangan kurikulum subyek akedemis dilakukan dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari oleh peserta didik, yang diperlukan untuk pengembangan disiplin ilmu. Misalnya pendidikan agama islam di sekolah itu memiliki beberapa aspek, yang kalau di madrasah menjadi bidang studi tersendiri sepertial-Qur’an Hadist, Fiqh, Akdiah Akhlak dan sejarah Islam. Bahasa mempunyai sistematisasi tersendiri seperti  Nahwu, Sharaf, Muhadatsah, Balaghah dan lain-lain.[1]
Posted by Rokhimnet fuul On 8:47 AM No comments READ FULL POST
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

Tips Seksual

Kesehatan Anak

Manfaat Tumbuhan Dan Buah Alami