A.KRISIS PENDIDIKAN ISLAM
. Disadari bahwa di tengah-tengah masyarakat saat ini tengah berlangsung krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kedzaliman, penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Mengapa semua ini terjadi?
Dalam keyakinan Islam, krisis multidimensi tadi merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh kemaksiyatan yang dilakukan manusia setelah sekian lama hidup dalam sistem sekuleristik. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.
Sistem pendidikan yang materialistik telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus menguasai iptek sebagaimana yang dimau oleh pendidikan Islam. Pendidikan yang materialistik lebih memberikan suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material, semisal gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dan diilusikan harus segera dapat menggantikan investasi pendidikan yang telah dikeluarkan. Dalam segi yang lain, disadari atau tidak tengah terjadi proses penghilangan capaian nilai non materi berupa nilai transendental yang seharusnya menjadi nilai paling utama dalam pendidikan. Atas semua hal di atas, sampailah kepada kita satu kesimpulan yang sangat mengkhawatirkan, yakni terasingkannya manusia dari hakikat visi dan misi penciptaannya.
Masalah ini kemudian memberikan problem baru : a) pada fase selanjutnya anak didik memilki pobia dalam mengkonsumsi wacana ilmu dan akan selau memilih mana ilmu yang Islami dan mana ilmu yang sekular b) tradisi pembelajaran yang terjadi pada institusi pendidikan tradisonal masihlah seringkali diwarnai pola feodalisme (moralitas dominatif ngawulo dan nggusti dan dilanggengkan melalui instrumen hemonik berupa diskursus kualat dan barokah) yang secara tak sadar telah membungkam nalar kritis peserta didik c) pada domain pendidikan tradisional justru dokmatisasi dan ideologisasi yang berbasis emosi melalui praktik yang mengedepankan hafalan dari pada pemahaman dan pengembangan teori baru mengingat hal baru merupakan kecenderungan yang mendekati bi’dah
Self kritik terhadap kondisi pendidikan islam masa kini antara lain dilontarkan oleh seorang guru besar pendidikan Universitas Tunis , Prof. Dr. Fadhil al-Djamaly menyatakan antara lain sebagai berikut, “ Dunia islam yang sedang dilanda kemunduran dan keterbelakangan, kemiskinan, serta ketinggalan dalan iptek, tidak dapat diatasi dengan mengimpor sistem pendidikan barat yang tidak sesuai dengan aspirasi bangsa-bangsa dunia islam. Sistem dari luar itu hanya lebih mementingkan kulit daripada isi dan mutiara; juga hanya lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas; tidak pula sesuai dengan makna cita-cita anak didik dalam proses pengembangan kemampuan pembawaanya. Oleh karena itu, sistem tersebut tidak dapat memecahkan permasalahan negara yang sedang membangun bahkan sering kali menimbulkan permasalahan -permasalahan baru bagi masyarakat yang menerapkan sistem itu”.
Dr. Fadhil Al-Djamaly menghimbau agar umat islam menciptakan pendidikan yang didasari kepada keimanan kepada Allah, karena hanya iman yang benarlah yang menjadi dasar pendidikan yang benar dan memimpin kita kepada usaha yang mendalami hakekat dan menuntut ilmu yang benar,sedang ilmu yang benar memimpin kita ke arah amal yang saleh.
Pendidikan islam yang dapat diharpkan mencapai sukses,, menurut pandangan seorang pemikir pembaruan umat islam, Syekh Sayyid Qutb, bila mengacu kepada:
1. Sistem kehidupan yang mengartikulasikan dan mengaktualisaikan sifat dasar manusia, dimana islam diturunkan oleh Allah justru untuk mengembangkan sifat dasar itu, karena islam adalah agama fitrah manusia
2. Sistem kehidupan islam menanamkan cita-cita untuk melepaskan diri dari segala bentuk penindasan oleh orang yang kuat terhadap yang lemah, membebaskan manusia dari kebodohan dan kemiskinanserta keterbelakangan. Antara lian dengan aspirasi manusia tidak terdapat kesenjangan yang menghalangi terpenuhi tuntutan hidupnya yang alami.
Imbauan tersebut dapat kita resapi maknanya, yaitu bahwa pendidikan islam adalah pendidikan yang diharapkan oleh umat islam yang mampu menjadi obor yang menerangi kebingungan dan kegelapan hidup manusia masa kini. Sehingga secara maksimal dapat menjadi benteng moral bagi masyarakat teknologi yang pragmatis antimoralitas Iiahi yang absolut.
Beberapa ahli perencanaan kependidikan masa depan telah mengidentifikasikan krisis pendidikan yang bersumber dari krisis orientasi masyarakat masa kini, dapat pula dijadikan wawasan perubahan sistem pendidikan islam, yang mencakup fenomena-fenomena antara lain:
1. Krisis nilai-nilai
2. Krisis konsep tentang kesepakatan arti hidup yang baik
3. Adanya kesenjangan kredibilitas
4. Beban institusi sekolah kita terlalu besar melebihi kemampuannya
5. Kurangnya sikap idealisme dan citra remaja kita tentang peranannya di masa depan bangsa
6. Kurang sensitive terhadap kelangsungan masa depan
7. Kurangnya relevansi program pendidikan di sekolah dengan kebutuhan pembangunan
8. Adanya tendensi dalam pemanfaatan secara naïf kekuatan teknologi canggih
9. Makin membesarnya kesenjangan di antara kaya dan miskin
10. Ledakan pertumbuhan penduduk
11. Makin bergesernya sikap manusia ke arah pragmatisme yang pada gilirannya membawa kea rah materialisme dan individualisme
12. Makin menyusutnya jumlah ulama tradisional dan kualitasnya
Model dan system pendidikan islam dalam berbagai bentuk memerlukan perbaikan diganti yang baru sama sekali strategi dan kurikulumnya dengan konsepsi pendidikan islam yang menyegarkan daya kreasi.
B. Solusi Paradigmatis Krisis Pendidikan Islam
Satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk keluar dari krisis pendidikan itu adalah mengembalikan proses pendidikan kepada konsepsi pendidikan Islam yang benar. Secara paradigmatis, aqidah Islam harus dijadikan sebagai penentu arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya sekolah yang akan dikembangkan. Paradigma baru yang berasaskan pada aqidah Islam ini harus berlangsung secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan yang ada, mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi.
Selain itu, harus dilakukan pula solusi strategis dengan menggagas suatu pola pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat fungsional, yakni: Pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan dengan semua komponen berbasis Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik, (2) guru yang amanah dan kafaah, (3) proses belajar mengajar secara Islami, dan (4) lingkungan dan budaya sekolah yang optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam. Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah - keluarga - masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai dengan kehendak Islam.
Berangkat dari paparan di atas, maka implemetasinya adalah dengan mewujudkan lembaga pendidikan Islam unggulan secara terpadu dalam bentuk Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu (TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT), Sekolah Menengah Umum Terpadu (SMUIT), dan Perguruan Tinggi Islam Terpadu.
C. STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Pembangunan Nasional kita yang berhakekat bersasaran jangka panjang untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan membangun seluruh masyarakat Indonesia adalah strategi pembangunan yang bersifat integralistik kolosal, meliputi segala bidang kehidupan bangsa, termasuk kehidupan beragama.
Bersumber dari Alqur’an, jika kita pelajari secara mendalam maka dapat kita temukan perintah atau ajakan Allah untuk berpikir secara kritis, analitis, dan sintesis tentang ciptaan Allah, adalah suatu bukti bahwa Alqur’an secara nyata memberikan dorongan kepada manusia agar menganalisis dan mengembangkan ilmu dan teknologi.
Pendidikan islam yang tugas pokoknya menelaah dan menganalisis serta mengembangkan pemikiran, informasi, dan fakta-fakta kependidikan yang sebangun dengan nilai-nilai ajaran islam harus mampu mengetengahkan perencanaan program-program dan kegiatan-kegiatan operasional kependidikan terutama yang berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatan iptek modern dalam bidang kehidupan social dan keagamaan umat. Strategi pendidikan islam dalam menghadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan iptek itu mencakup ruang lingkup sebagai berikut:
1. Motivasi kreativitas anak didik ke arah pembangunan iptek, dimana nilai-nilai islami menjadi sumber acuannya
2. Mendidik ketrampilan memanfaatkan produk iptek bagi kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya dan umat islam pada khususnya
3. Menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan iptek
4. Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa depan umat manusia melalui kemampuan menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumbernya dengan masa depan kehidupan manusia
Pendidikan agama Islam sebagai salah satu pendukung utama pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan kualitas manusia Indonesia, memberi warna bagi peningkatan iman dan takwa (Imtak) dalam upaya mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dewasa ini. Keseimbangan antara kemajuan iptek dan imtak diharapkan menghasilkan cendekiawan muslim yang memiliki rasa tanggung jawab dunia dan akhirat. Kemajuan iptek yang dilepaskan dari dimensi agama ataupun sebaliknya, berkecendrungan pada apa yang disinyalir oleh Einstein dalam ucapannya yang termasyhur: science without religion is blind, religion without science is lame (ilmu tanpa agama itu buta, sedangkan agama tanpa ilmu akan menjadi lumpuh).
Pendidikan agama Islam mengandung arti yang luas, karena tidak hanya menyangkut pendidikan dalam arti pengetahuan, namun juga pendidikan dalam arti kepribadian. Pendidikan dalam arti pengetahuan tidak akan ada artinya kalau tidak melibatkan pendidikan kepribadian, karena pendidikan agama tidak cukup diukur pada ranah kognetif semata, namun juga melibatkan ranah afektif dan psikomotorik. Pendidikan Agama Islam justru diharapkan mampu merasuk ke dalam penghayatan, sehingga sikap dan tingkah laku sipenganut agama akan sejalan dengan pengetahuan keagamaan yang dimilikinya.
Pendidikan kita dalam era reformasi menghadapi dua tuntutan sekaligus. Pertama, tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan kita yang rendah, dan kedua belum relevannya pendidikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Sejalan dengan itu pendidikan nasional menghadapi masalah memasuki era globalisasi yaitu era dunia terbuka. Di dalam kaitan ini, kemampuan bangsa kita masih belum memadai di dalam rangka kerja sama dan juga persaingan dengan bangsa-bangsa yang lain. Kedua masalah ini, sekaligus harus dapat diatasi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Langkah strategi pengembangan pendidikan islam di era globalisasi yang dapat diterapkan, strategi ini adalah:
1. Strategi substantive: lembaga pendidikan islam perlu menyajikan program-program yang koprehensip
2. Strategi bottom-up: berarti banyak lembaga Islam yang harus tumbuh dari bawah.
3. Strategi deregulatory: lembga pendidikan islam sedapat mungkin tidak tidak terlalu terikat pada ketentuan-ketentuan baku yang terlalu sentralistik dan mengikat.
4. Steategi coopertive: landasan pendidikan islam perlu mengembangkan jaringan kerjasama, baik antara sesama lembaga pendidikan Islam ataupun dengan yang lainnya.